Hal-Hal Yang Mempengaruhi Akustik Bawah Air
II.4
II.4.1 Sound Velocity Profile
SVP didapat menggunakan
alat SVS sensor atau CTD Instrument
yang memiliki keterkaitan dengan 5 parameter yaitu : kedalaman laut (m), kecepatan suara (m/s),
temperatur (°C), salinitas (‰) dan konduktivitas (mmho/cm) dengan mengabaikan
parameter yang lain (tekanan, densitas, dll). Kegiatan ini dilakukan sebelum
melakukan kalibrasi dan pemeruman dengan pengamatan sifat fisis air laut. Bahwa
kesalahan pada kedalaman hasil ukuran terjadi karena perambatan gelombang
mengalami rintangan sehingga harus dikoreksi
Cepat rambat gelombang akustik dapat
ditentukan melalui penggunaan velocimeter.
Bahwa prinsip sound velocimeter
mengukur selang waktu rambat gelombang akustik dengan pulsa pendek antara
sumber gelombang bunyi (saat pulsa akustik dipancarkan oleh transmitter dan diterima kembali oleh receiver). Kemudian selang waktu
tersebut diubah menjadi kecepatan gelombang akustik dengan persamaan berikut:
V
=
(II.13)
Keterangan:
V = Cepat rambat gelombang akustik
S = jarak antara transmitter dan receiver sudah ditentukan oleh alat
Δt = selang waktu cepat rambat gelonbang akustik dari transmitter ke receiver
Keterangan:
V = Cepat rambat gelombang akustik
S = jarak antara transmitter dan receiver sudah ditentukan oleh alat
Δt = selang waktu cepat rambat gelonbang akustik dari transmitter ke receiver
II.4.2 Sifat Fisik Air Laut
Air laut mempunyai sifat-sifat fisik tertentu yang dapat mempengaruhi objek–objek
yang berada di dalamnya. Sifat fisik tersebut pula dapat mempengaruhi
penggunaan multibeam echosounder serta ketelitiannya. Beberapa sifat fisik air
laut yaitu:
1. Konduktifitas
Konduktifitas merupakan kapasitas dari air laut untuk memindahan arah aliran elektris dan bergantung pada konsentrasi ion-ion dan kecepatannya. Muatan atom disebut ion. Ion-ion yang lebih dalam setiap unit volume air. Teori kimia konduktifitas : ketika garam (sodium klorida/UaCl) dilarutkan dalam air, ion klorida negatif menarik hidrogen positif dalam molekul air. Salinitas ditentukan berdasarkan kandungan klorida agak akurat. Salininitas dari air laut akan ditentukan pula dengan arus listrik. Dengan arus listrik kita dapat mengetahui temperatur dan besarnya salinitas.
2.
Tekanan
Tekanan air laut bertambah terhadap kedalaman. Kedalaman air laut biasanya
diukur dengan menggunakan echosounder
atau CTD (Conductivity, Temperature,
Depth). Kedalaman yang diukur dengan menggunakan CTD didasarkan pada harga
tekanan. Tekanan didefinisikan sebagai gaya per satuan luas. Semakin ke dalam,
tekanan air laut akan semakin besar. Hal ini disebabkan oleh semakin besarnya
gaya yang bekerja pada lapisan yang lebih dalam. Satuan dari tekanan dalam cgs
adalah dynes/cm2, sedangkan dalam mks adalah Newton/m2. Satu Pascal sama dengan
satu Newton/m2. Dalam oseanografi, satuan tekanan yang digunakan adalah desibar
(disingkat dbar), dimana 1 dbar = 10 bar, 1 bar = 105 dynes/cm2 dan 1 bar = 104
Pascal. Gaya akibat tekanan bekerja dari tekanan yang berbeda pada satu titik
ke titik lainnya. Gaya ini bekerja dari tekanan yang lebih tinggi ke tekanan
yang lebih rendah. Di laut, gaya gravitasi yang bekerja (ke arah bawah) akan
diimbangi oleh gaya akibat adanya perbedaan tekanan tersebut (ke arah atas),
sehingga air yang bergerak ke bawah tidak akan mengalami percepatan.
3. Salinitas
Salinitas adalah kandungan garam yang ada di laut dan biasanya diperhitungkan sebagai jumlah gram garam terlarut
pada 1000 gram air laut.
Ahli ocenografi dari analisis intensif mereka berdasarkan air laut yang tenang dan terbuka dapat diketahui bahwa setiap 1 kg air laut terdapat 35 gram kandungan garamnya. Konsentrasi ini umumnya dinyatakan 35 bagian perseribu atau 35‰. Salinitas dari lautan berfatiasi, mulai 33‰ sampai 38‰ dengan rata-rata 35‰. Salinitas dari air laut yang luas tergantung pada perbedaan antar evaporasi dan presipitasi, panjang dari aliran runoff, pembekuan dan es yang mencair. Dalam area yang evaporasinya tinggi seperti laut merah salinitasnya mendekati mendekati 40‰ tapi didekat muara sungai biasanya hanya 20‰. Pada umumnya salinitas yang tersebar berada pada zone daerah kering. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Perairan dengan tingkat curah hujan tinggi dan dipengaruhi oleh aliran sungai memiliki salinitas yang rendah sedangkan perairan yang memiliki penguapan yang tinggi, salinitas perairannya tinggi. Selain itu pola sirkulasi juga berperan dalam penyebaran salinitas di suatu perairan.
Ahli ocenografi dari analisis intensif mereka berdasarkan air laut yang tenang dan terbuka dapat diketahui bahwa setiap 1 kg air laut terdapat 35 gram kandungan garamnya. Konsentrasi ini umumnya dinyatakan 35 bagian perseribu atau 35‰. Salinitas dari lautan berfatiasi, mulai 33‰ sampai 38‰ dengan rata-rata 35‰. Salinitas dari air laut yang luas tergantung pada perbedaan antar evaporasi dan presipitasi, panjang dari aliran runoff, pembekuan dan es yang mencair. Dalam area yang evaporasinya tinggi seperti laut merah salinitasnya mendekati mendekati 40‰ tapi didekat muara sungai biasanya hanya 20‰. Pada umumnya salinitas yang tersebar berada pada zone daerah kering. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Perairan dengan tingkat curah hujan tinggi dan dipengaruhi oleh aliran sungai memiliki salinitas yang rendah sedangkan perairan yang memiliki penguapan yang tinggi, salinitas perairannya tinggi. Selain itu pola sirkulasi juga berperan dalam penyebaran salinitas di suatu perairan.
4. Suhu
Laut tropik
memiliki massa air permukaan hangat yang disebabkan oleh adanya pemanasan yang
terjadi secara terus-menerus sepanjang tahun. Pemanasan tersebut mengakibatkan
terbentuknya stratifikasi di dalam kolom perairan yang disebabkan oleh adanya
gradien suhu. Berdasarkan gradien suhu secara vertikal di dalam kolom perairan,
Wyrtki (1961) membagi perairan menjadi 3 (tiga) lapisan, yaitu: a) lapisan homogen
pada permukaan perairan atau disebut juga lapisan permukaan tercampur; b)
lapisan diskontinuitas atau biasa disebut lapisan termoklin; c) lapisan di
bawah termoklin dengan kondisi yang hampir homogen, dimana suhu berkurang
secara perlahan-lahan ke arah dasar perairan.
5. Densitas Air Laut
Densitas air laut merupakan jumlah massa air laut per satu satuan volume. Densitas merupakan fungsi langsung dari kedalaman laut, serta dipengaruhi juga oleh salinitas, temperatur, dan tekanan. Pada umumnya nilai densitas (berkisar antara 1,02 - 1,07 gr/cm3) akan bertambah sesuai dengan bertambahnya salinitas dan tekanan serta berkurangnya temperatur. Distribusi densitas berhubungan dengan karakter arus dan daya tenggelam suatu massa air yang berdensitas tinggi pada lapisan permukaan ke kedalaman tertentu. Densitas air laut tergantung pada suhu dan salinitas serta semua proses yang mengakibatkan berubahnya suhu dan salinitas. Densitas permukaan laut berkurang karena ada pemanasan, presipitasi, run off dari daratan serta meningkat jika terjadi evaporasi dan menurunnya suhu permukaan.
Densitas air laut merupakan jumlah massa air laut per satu satuan volume. Densitas merupakan fungsi langsung dari kedalaman laut, serta dipengaruhi juga oleh salinitas, temperatur, dan tekanan. Pada umumnya nilai densitas (berkisar antara 1,02 - 1,07 gr/cm3) akan bertambah sesuai dengan bertambahnya salinitas dan tekanan serta berkurangnya temperatur. Distribusi densitas berhubungan dengan karakter arus dan daya tenggelam suatu massa air yang berdensitas tinggi pada lapisan permukaan ke kedalaman tertentu. Densitas air laut tergantung pada suhu dan salinitas serta semua proses yang mengakibatkan berubahnya suhu dan salinitas. Densitas permukaan laut berkurang karena ada pemanasan, presipitasi, run off dari daratan serta meningkat jika terjadi evaporasi dan menurunnya suhu permukaan.
II.4.3 Reduksi Kedalaman
Reduksi kedalaman yang
dimaksudkan untuk melakukan koreksi terhadap nilai kedalaman yang terukur.
Pengamatan pasut ini bertujuan untuk mencatat atau merekam gerakan vertikal
permukaan air laut yang terjadi secara periodik yang disebakan tarik-menarik
antara bumi dan benda-benda angkasa terutama bulan dan matahari (Djunarsah,
2005). Dengan mengukur permukaan air sesaat (MLS) maka dapat menentukan bidang
referensi kedalaman seperti MSL atau chart datum dan penentuan koreksi serta
prediksi pasut dari hasil pengukuran kedalaman mengacu pada salah satu bidang
referensi vertikal.
Koreksi yang dilakukan antara lain: koreksi ukuran kedalaman
(koreksi cepat rambat akustik, kedudukan taranduser, koreksi draft tranduser
(diagram kapal), koreksi pergerakan kapal (HPR), koreksi pasut dan lain-lain.
Sehingga akan didapat kedalaman dasar laut terhadap permukaan laut rata-rata
(MSL) dan dapat dibuat profil dasar laut. Profil
dasar laut dapat dibuat berdasarkan chart datum yang ditentukan dengan koreksi
pasut tertentu. Berikut ini merupakan reduksi kedalaman laut yang secara visual
ditampilkan pada gambar II.20.
Gambar II.21 Reduksi kedalaman laut
Keterangan:
Posisi kapal secara global didapat dari GPS yaitu (E, N)UTM kemudian diukur offset statik antara tranduser atau MRU dalam hal ini tehadap kapal maupun antena GPS serta muka laut sesaat (a, b, c) sehingga didapat draft tranduser yaitu = c – b
Posisi kapal secara global didapat dari GPS yaitu (E, N)UTM kemudian diukur offset statik antara tranduser atau MRU dalam hal ini tehadap kapal maupun antena GPS serta muka laut sesaat (a, b, c) sehingga didapat draft tranduser yaitu = c – b
Posisi tranduser saat pengambilan
data yaitu (0, dy, dz) serta posisi MRU (0, e, h) setelah pengaruh rotasi dalam
hal ini adalah z=h (telah terkoreksi rotasi. Sehingga titik kedalaman pada
dasar laut yang ditentukan pada multibeam bergantung terhadap draft tranduser
(c-b), reduksi pasut (z0), beda fase (Δt) yang mempengaruhu kedalaman dengan
resolusi sudut beam (θ) tertentu.
Rumus “h = ½.v.t” tersebut digunakan
jika gelombang yang dipancarkan dan dipantulkan itu tegak lurus. Jika beam
memiliki beda fase (Δt) tertentu dengan resolusi sudut beam yang berbeda maka h
(kedalaman) dalam hal ini bukan kedalaman yang diinginkan (tapi hmiring)
sehingga harus dikoreksi yaitu:
dengan n adalah beam ke-n
Gambar II.22 Reduksi kedalaman akibat kapal bergerak
Terjadi
perubahan kedalaman terhadap titik kedalaman dasar laut yang diakibatkan posisi
pengambilan data yang tidak tepat (kapal dalam keadaan miring karena permukaan
air yang dinamik) sehingga beda fase yang didapatkan adalah Δt2, sedangkan
beda fase yang seharusnya diperoleh adalah Δt1 sehingga akan
diperoleh data kedalaman yang tepat dari tranduser. Kemudian data tersebut
dikoreksi terhadap data ukuran draft tranduser (c-b) serta koreksi pasut (Zo).
Maka
hkoreksi = h + (c – b) – (Z0) (II.15
Komentar
Posting Komentar